ASAL USUL DESA KEDOKAN BUNDER
Kesaktian
Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten atau Ratu Seuneu ini sangat termasyur sampai ke
negeri Campa dan banyak negara-negara lain yang ingin mengayoni (mengukur)
kehebatan beliau. Pada suatu hari datanglah seorang Putra Raja Campa yang
bernama Jiou Phak yang dikawal Jiou Go dan Qi Pa Lhiang serta 40 orang prajurit
nya yang bertujuan untuk meminang beliau, tapi beliau menolak karena sudah
mempunyai suami. Putra Campa tetap memaksa kehendaknya untuk meminangnya namun
Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten tetap pada pendirian, maka terjadilah peperangan
dan uji kesaktian antara Jiou Phak dan Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten. Dalam
perkelahian tersebut Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten hampir terkalahkan baik
kekuatan tenaga dan kesaktianya oleh Putra Campa tersebut.
Ki Kuwu
Sangkan mengetahui bahwa di Pedukuhan Lebak Sungsang tengah terjadi peperangan
antara Putra Raja Campa seprajuritnya dan Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten maka Ki
Kuwu Sangkan datang Ke pedukuhan Lebak Sungsang dan memberikan pusaka Golok
Cabang kepada Nyi Mas Ratu Ayu Kawunganten. Golok Cabang lalu disabetkan ke
tanah oleh beliau maka Jiou Phak langsung terjatuh terduduk (Jawa = Kedodok)
dan sekarat. Bekas sekaratnya itu sampai bundar (Bahasa Indramayu : bunder)
akhirnya tempat itu dinamakan Kedokanbunder. Pendukuhan Lebak Sungsang akhirnya
diganti namanya menjadi Kedokanbunder.Putra Campa menghembuskan nafas
terakhirnya dan dikuburkan di tanah yang agak tinggi yang sampai sekarang masih
bisa kita lihat kuburannya di sebelah timur lapang bola desa Kedokanbunder,
sedangkan para prajuritnya yang masih hidup enggan pulang ke negeri Campa akan
tetapi menyerah dan mengabdi di Pedukuhan Kedokanbunder sampai akhir ayatnya.
Putra Campa yang bernama Jiau Go kuburannya masih bisa kita lihat di blok
Cilengkong yang disebut Petilasan Ki Jago.
Akhirnya
beliau memerintah pedukuhan dan mensyiarkan Islam dengan penuh kesabaran hingga
pada suatu hari beliau sakit dan meninggal dunia. Pada saat beliau akan
meninggal, beliau sempat menyuruh putra-putrinya mendekati seraya berkata :
"Anak isun lan para pengikut isun kabeh terutama, turutana perintae Gusti
Allah Ian perintae Wong tuamu sing wis lairaken ira Ian gedeaken ira Ian
muliaken tamu kang teka ning umae ira lan ngomonga sing bener, melakua ning
tujuan aja nganti keder, dadia menusa aja dadi uwong. Sebab lamon dadi wong-
wongan mung diwedeni ning manuk" (Arti kata dalam bahsa Indonesia :
Khususnya anak saya beserta para pengikutku semuanya, turutilah perintahnya
Allah SWT dan perintah orang tuamu yang telah melahirkan kamu dan membesarkan
kamu dan muliakan tamu yang datang di rumah kamu dan berbicaralah dengan baik
dan benar, berjalanlah pada tujuan jangan sampai tersesat, jadilah manusia
jangan sampai jadi orang- orangan yang hanya ditakuti oleh burung). Pada tahun
1561 beliau wafat dan tersebarlah berita kemana-mana, para pengikutnya baik
yang dekat maupun yang jauh datang ke pedukuhan Kedokanbunder dengan penuh rasa
duka dan disertai cucuran air mata karena orang yang dicintai telah tiada. Setiap
orang terus berdatangan menziarahi makam untuk mendoakan beliau sebagai tanda
penghormatan dan mengenang akan keteladanan dan kebijaksanaannya. Kepemimpinan
pedukuhan Kedokanbunder diteruskan oleh keturunannya.
0 komentar:
Post a Comment